Minggu, 30 Maret 2014

Sekitar Keraton Yogyakarta

Memanfaatkan pagi di kota Yogyakarta dengan tidur lagi bagi Mata Kamera adalah termasuk keputusan yang  merugi, karena aktivitas di kota Sultan ini sudah mulai sejak sebelum pagi. Apalagi hotel tempatku menginap sangat dekat dengan pasar Beringharjo dan Malioboro sehingga di pagi hari itu sudah terlihat becak-becak dan sepeda yang merupakan sarana transportasi yang menjadi andalan warga Yogyakarta sudah berlalu lalang di jalanan.
Selepas sholat subuh di masjid di seberang hotel, bergegas mempersiapkan peralatan berburu untuk mengabadikan aktivitas pagi di pasar Beringharjo dan keunikan arsitektur keraton Yogyakarta dan sekitarnya. Oleh karena itu peralatan yang masuk ke tas kamera adalah Body Nikon D7000, Lensa 18-105, lensa 50mm f1.8 dan tidak ketinggalan lensa andalan yaitu lensa manual Nikon Kogaku 135mm f2.8.

Cukup dengan berjalan kaki untuk sampai ke pasar Beringharjo, cukup menarik mengabadikan aktivitas para pekerja pembawa barang belanjaan, ibu-ibu yang berjualan di teras pasar, para tukang becak yang menunggu penumpang dan banyak aktivitas lain yang menarik. Untuk mendapatkan moment untuk aktivitas di pasar ini sengaja dilakukan secara candid, oleh karena itu saya pasang Nikon Kogaku 135 dan mengintai dari tempat yang agak tersembunyi. Memang cukup sulit untuk mengabadikan obyek bergerak dengan lensa manual, namun Mata Kamera sudah punya banyak pengalaman untuk membidik moment bergerak dengan lensa manual, Pertama melakukan pengaturan setting pencahayaan dengan memperhatikan kecepatan minimal agar obyek bisa terbidik dengan jelas (tidak blur), kedua : mencari posisi untuk mendapatkan komposisi yang bagus, ketiga : membuat jebakan dimana Mata Kamera sudah memperkirakan bahwa obyek pasti akan lewat di tempat yang sudah diperkirakan, keempat : mengatur fokus dengan mengarahkan pada benda terdekat dengan posisi obyek ketika obyek lewat, kelima : memastikan fokus dan jepret saat obyek masuk perangkap..... kena deh...

Untuk obyek lain yang relatif tidak banyak gerak relatif mudah namun masih ada kesulitan yaitu mencari posisi untuk membidik obyek tanpa diketahui oleh obyek karena Mata Kamera ingin agar obyek bersikap alami dan tidak terpengaruh adanya kamera yang mengintai mereka. Untuk menangkap obyek seperti ini, Mata Kamera juga mempersiapkan dengan baik. Pertama : mencari posisi sudut tembak yang bagus, kedua setting pencahayaan, ketiga : mengatur fokus dengan cepat saat obyek tidak melihat ke arah kamera, keempat : memastikan fokus  tepat dan langsung jepret pada saat obyek menunjukkan pose yang menarik.


Setelah mendapatkan beberapa spot menarik, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki dari Pasar Beringharjo ke arah Malioboro kemudian lanjut ke Benteng Vredeburg namun ternyata pintu masih tertutup, Mata Kamera hanya bisa membidik pintu gerbang dan mengintip sedikit bagian dalam Benteng.




Akhirnya perjalanan dilanjutkan dengan minta tolong tukang becak untuk diantarkan ke sekitar Keraton. Pertama Mata Kamera diantar ke Keraton kediaman Sultan, namun lagi-lagi pintu untuk kunjungan belum dibuka. perjalanan dilanjutkan ke Taman Sari yang letaknya tidak jauh dari Keraton. Sampai di Taman Sari ternyata pintu juga belum dibuka, sambil menunggu waktu Mata Kamera memanfaatkan waktu untuk membidik Masjid Soko Tunggal yang letaknya sebelum pintu gerbang Tamansari.





Beberapa spot tentang masjid Soko Tunggal berhasil Mata Kamera abadikan, selanjutnya Mata Kamera menuju pintu gerbang Tamansari lagi dan bertemu dengan salah seorang yang rupanya pemandu (guide) yang sering menemani wisatawan yang berkunjung ke Tamansari. Mas Pemandu (begitu saja saya sebut) menawari Mata Kamera untuk mengantar melalui pintu belakang kalau ingin melihat-lihat Tamansari, tanpa pikir panjang langsung setuju karena tidak mungkin Mata Kamera harus menunggu sampai pintu gerbang dibuka karena ada kegiatan lain yang sudah menunggu.

Singkat cerita tanpa harus Mata Kamera jelaskan detail lewat mana dan sebagainya, Mata Kamera bisa mengambil foto-foto Umbul Binangun (Kolam Pemandian ) dan beberapa obyek menarik di dalam Tamansari tersebut  :









Selanjutnya perjalanan dilanjutkan ke Sumur Gumuling, untuk memasuki bangunan sumur gumuling ini harus melalui lorong bawah tanah. Sumur Gumuling ini merupakan bangunan berbentuk bulat yang dulunya konon di fungsikan sebagai masjid.
Berikut ini beberapa foto menarik di Sumur Gumuling :





Perjalanan dilanjutkan ke reruntuhan bangunan yang konon sebagai istana, dilihat dari bangunan yang tersisa istana ini pasti merupakan istana yang megah karena bangunan istana yang cukup tinggi sehingga bisa terlihat dari manapun.












 Demikian sekilas perjalanan di kota Yogyakarta yang menyimpan berbagai kekayaan. kejayaan dan keindahan yang sangat menarik.


nb: pada tulisan ini tidak dicantumkan tentang sejarah dan penjelasan detail tentang bangunan-bangunan tersebut karena untuk menghindari kesalahan yang bisa mengacaukan sejarah.

Foto & Narasi oleh Nuryahya Tingkir

Minggu, 16 Maret 2014

CURUG MALELA

Sepertinya bukan perjalanan yang sia-sia meskipun memerlukan waktu tempuh yang cukup lama, berliku, berlumpur dan menurun untuk bisa sampai ke Curug Malela yang terletak di Desa Manglid Kecamatan Rongga Kabupaten Bandung Barat karena akan terbayar dengan pemandangan alam indah, hijau dan menyegarkan.

Perjalanan ke Curug Malela dimulai sekitar pukul 04.15 WIB dengan menggunakan Pajero Dakar, sengaja berangkat dini hari untuk menghindari keramaian pasar tradisional yang biasanya menutup jalan raya. Memang perjalanan tidak bisa ditempuh dengan kecepatan tinggi karena jalan sempit dan ramai serta menemui beberapa pasar tradisional yang sudah mulai ramai. Perjalanan menuju ke Curug malela juga harus melewati jalanan offroad yang perlu mobil andal dan driver yang berpengalaman.Selama perjalanan juga akan ditemui pemandangan alam seperti danau dan kebun teh Montaya.



 
Setelah turun dari mobil, masih ada beberapa ratus langkah lagi untuk sampai ke Curug Malela, curug yang sering mendapatkan julukan Niagara Mini . Jalanan setapak dari tempat parkir menuju Curug Malela sudah dibuat tangga berundak dari beton namun kondisinya sudah mulai rusak karena terkikis air hujan, terlihat juga ada pembuatan jalur baru untuk jalur motocross.

Satu demi satu tangga dilalui akhirnya sampai di suatu tempat yang sudah terlihat Curug Malela yang terlihat putih kecoklatan karena masih musim hujan. Panorama dari tempat tersebut cukup bagus karena terlihat pemandangan alam dengan tanaman yang hijau subur dan curug Malela yang terihat di kejauhan.


Perjalanan dilanjutkan dengan menuruni tangga yang semakin curam, namun rupanya tangga tidak sampai ke curug, selanjutnya melalui jalan tanah yang menurun, licin dan lengket sehingga harus hati-hati dalam melangkah. Pada perjalanan di jalur tanah ini sayaup-sayup sudah terdengar suara gemuruh air terjun, kemudian seiring kaki melangkah suara gemuruh air terjun semakin jelas dan akhirnya sampai ke lokasi yang dituju yaitu CURUG MALELA.


Saat itu debit air sungai cukup besar dan berwarna kecoklatan karena beberapa hari di lokasi tersebut dan Bandung pada umumnya masih sering turun hujan. Namun kondisi tersebut tidak mengurangi keindahan curug Malela. hanya bisa dibayangkan betapa indahnya andaikan airnya jernih sehingga air yang turun pada curug tersebut berwarna putih dengan background awan biru dan berpadu dengan tanaman sekitar curug yang subur dan berwarna hijau.... subhanallah... Allah swt memang suka keindahan.

Tidak menyianyiakan waktu, piranti fotografi segera dipersiapkan untuk membidik keindahan curug Malela, Nikon D7000 dengan lensa wide 10-24 mm segera beraksi. beberapa frame sempat diambil, namun sayangnya untuk lensa wide tersebut belum tersedia filter ND yang bisa membantu untuk bisa memotret milky water.
Selanjutnya coba ganti lensa 18-105mm dan dipasang filter ND8 untuk menurunkan speed agar dapat merekam gerakan air terjun terlihat lembut, namun karena cuaca yang terlalu terik sehingga belum dapat mencapai speed yang diharapkan untuk membuat efek milky water.


Pada saat berkemas mau meninggalkan curug, terlihat ada penghuni sungai yang terlihat jelas diatas sebuah batu besar, maka dengan cepat kami pasang lensa tele 70-300 mm untuk menangkap penghuni sungai tersebut yaitu seekor biawak yang ukurannya cukup besar.


Seusai memotret biawak segera kami berkemas untuk meninggalkan lokasi. Perjalanan menuju ke tempat parkir mobil bukanlah pekerjaan yang mudah dan menyenangkan karena harus melalui jalan menanjak yang melelahkan, jalanan yang baru diperbaiki sehingga tanah masih lengket di alas kaki menambah berat kaki melangkah ditambah lagi dengan beban berat peralatan fotografi. Pada saat perjalanan pulang masih sempat terlihat satu curug lagi yaitu curug Manglid yang hanya bisa kami potret dari kejauhan.

 Meskipun tertatih-tatih perjalanan yang melelahkan tersebut berhasil kami lalui dan akhirnya sampai ke tempat parkir. Sampai ditempat parkir rupanya masih ada satu pekerjaan lagi yang perlu segera diatasi yaitu ganti ban karena terlihat ban belakang terlihat kempes, pekerjaan ganti ban tidak masalah dan setelah selesai segera kami berangkat bersiap menyusuri jalanan offroad yang tadi dilalui... goodbye Curug Malela...


Special thanks for : mas Purwadi Siswana, mas Susilo, mas Ahmad Muttaqin dan mas Fajar....

Foto & Narasi oleh Nuryahya TIngkir