10 Maret 2014, kali pertama kaki
ini menginjak Bumi Makasar, memang tidak ada bedanya menginjak Bumi Parahyangan
dengan menginjak Bumi para Daeng, namun
suasana, iklim, pemandangan pasti berbeda. Temperatur udara yang lebih panas
dan pemandangan sepanjang jalan sudah pasti berbeda tapi perbedaan itulah yang
menarik bila kita berkunjung ke suatu daerah lain. Perbedaan atau lebih tepat
disebut kekhasan atau keunikan suatu daerah itu bahkan harus kita cari,
keunikan pertama yang saya rasakan yaitu pada saat makan malam di suatu Rumah
Makan yang menyajikan menu ikan goreng/bakar dengan bumbu khas Makasar yang
cukup pedas sehingga sangat cocok bagi lidah saya yang sudah akrab dengan
masakan pedas, keringat mengucur bukan hanya karena sambal tapi juga karena
udara yang agak panas meskipun saat itu sudah malam.
Sebenarnya malam itu setelah
makan malam, Mata Kamera sebenarnya sudah mulai tidak sabar ingin segera keluar
dari tas kamera memotret suasana malam di Makasar, karena sepanjang perjalanan
terlihat obyek-obyek yang menarik seperti penjual pisang epe yang berjejer di
beberapa ruas jalan dan obyek-obyek lainnya namun untuk malam itu terpaksa
masih harus bersabar perlu mengenal situasi terlebih dahulu terlebih lagi
katanya perlu hati-hati dan waspada dengan kondisi keamanan di Makasar.
Akhirnya malam itu sesampainya di
hotel langsung tidur dan terbangun saat subuh waktu Bandung
padahal untuk waktu Makasar belum waktunya subuh. Setelah sholat subuh dan langit
sudah mulai terang, Mata Kamera sudah tidak sabar lagi untuk segera ke luar
hotel mencari obyek yang menarik. Tujuan pertama pagi itu adalah Pantai Losari
yang merupakan obyek wisata yang terkenal di Makasar, dari hotel ke Pantai
Losari ditempuh dengan menyewa taxi sekitar Rp. 40.000,- . Sampai di Losari
langit tidak begitu cerah dan tidak mendapatkan sunrise karena pantai Losari
tidak membentang menghadap ke barat. Mata Kamera hanya bisa membidik suasana pagi yang saat itu masih sepi.
Pantai Losari merupakan pantai reklamasi sehingga tidak ada bentangan pasir
pantai seperti pantai pada umumnya. Salah satu bangunan di Pantai Losari yang
menarik perhatian Mata Kamera yaitu bangunan Masjid yang letaknya di atas laut,
pasti akan sangat menarik apabila saat air laut pasang sehingga masjid seolah-olah
terapung di permukaan laut, sehingga masjid yang diberi nama Masjid Amirul
Mukminin tersebut lebih dikenal dengan nama masjid terapung.
Setelah puas berjalan-jalan di sepanjang pantai dan memotret sasaran yang
menarik perjalanan dilanjutkan ke Fort Rotterdam yang letaknya tidak jauh dari
Pantai Losari. Sebenarnya ke Fort Rotterdam akan kami tempuh dengan berjalan
kaki tetapi karena tiba-tiba gerimis maka kami minta tolong tukang becak untuk
mengantarkan ke Fort Rotterdam.
Hanya butuh waktu beberapa menit untuk sampai ke Fort Rotterdam. Fort
Roterdam adalah sebuah benteng pertahanan peninggalan kerajaan Gowa Talo yang
dibangun pada tahun 1545. Di dalam benteng tersebut terdapat bangunan dengan
arsitektur dan landscape yang menarik dengan kondisi yang terawat dengan baik
(sayangnya pada saat Mata Kamera datang sepertinya baru saja ada acara sehingga
masih ada rangka tenda dan sampah yang mengganggu Mata Kamera).
Hanya dua obyek itu yang sempat dikunjungi Mata Kamera, namun untuk Masjid
Amirul Mukminin sempat juga pada malam harinya dibidik lagi oleh Mata Kamera.
Satu lagi masjid yang sempat dibidik Mata
Kamera saat malam dan siang hari yaitu Masjid Raya Makasar.
Sebenarnya sangat belum puas Mata Kamera membidik keindahan dan keunikan Makasar, karena ada obyek menarik yang lain di sekitar Makasar yang belum sempat dikunjungi. Mudah-mudahan ada kesempatan lagi Mata Kamera hadir di Makasar dan sekitar Makasar serta mendapatkan obyek-obyek yang menarik.
Sebagai penutup, Mata Kamera sempat berkesempatan blusukan ke rooftop hotel dan mendapatkan pemandangan kolam renang hotel sebagai berikut :
Foto & Narasi oleh Nuryahya Tingkir